KH. Muhammad Bisyri ( Mama Oyon ) Sukabumi

Mama Oyon lahir di Cihaur, Cantayan, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Tanggal kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar tahun 1898. Orang tuanya dikenal dengan panggilan Ki Ahi, tukang arang yang suka memasok kebutuhan bahan bakar ke para pengrajin pandai besi di sekitar Sukabumi. Desa Cibatu yang tidak jauh dari Desa Cihaur sampai sekarang terkenal sebagai daerah pengrajin aneka produk dari besi, seperti pisau, golok, samurai, cangkul, garpu, hiasan dinding, dan sebagainya.  Desa Cihaur dan sekitarnya dikenal sebagai desa di kaki gunung Walat, Sukabumi.  Di seberang gunung Walat dari desa Cihaur ini, sekarang ada perkebunan percontohan (laboratorium pertanian) Institut Pertanian Bogor (IPB).


KH. Muhammad Bisyri terkenal dengan sebutan “Mama Oyon”. Ulama dari Cihaur Sukabumi Jawa Barat ini adalah muballigh atau da’i organisasi sosial Al-Ittihad (yang didirikan K.H. Ahmad Sanusi, Gunung Puyuh Sukabumi ) yang bertugas berdakwah di daerah pinggiran, pedalaman Sukabumi dan sekitarnya. Beliau pejuang kemerdekaan dan perintis pesantren Ulul Albab, Yayasan Al-Bisyriyah, di Sukabumi.

Sewaktu nyantri di Pesantren Sukamantri, Mama Oyon yang dikenal sebagai santri paling pandai dinikahkan dengan salah seorang putri dari lingkungan keluarga besar pesantren. Namun pernikahan pertamanya ini tidak berlangsung lama. Menurut salah seorang anaknya. K.H. Dudun, ayahnya berpisah dengan istri pertamanya itu diperkirakan karena tidak sekufu (sepadan) dalam hal latar belakang status sosial ekonominya.
Menjadi keistimewaan tersendiri bagi Ki Ahi yang tukang arang, sampai “memaksakan diri” mengirim putranya, Mama Oyon, untuk belajar agama ke pesantren. Saat itu daerah Cihaur sangat kental dengan kepercayaan dan praktik animisme serta dinamisme. Pesantren pertama tempat Mama Oyon nyantri  adalah di desa Tisu, Cibadak, Sukabumi. Dikabarkan, Mama Oyon juga sempat nyantri di Pesantren Gentur  yang saat itu terkenal, di Cianjur dan di Pesantren Sukamantri Kabupaten di Sukabumi.

Kemudian Mama Oyon dinikahkan dengan putri seorang pengusaha kaya pedagang kasur dan terbakau dari desa Tipar, Sukabumi, Aisyiah binti Udit. Mertuanya ini adalah salah seorang donatur dan pewakaf tanah kebun dan sawahnya untuk pesantren al-Masturiah, di Tipar, Sukabumi. Aisyiah adalah alumni  angkatan pertama dan termasuk santri terpandai, terutama dalam membaca Al-Quran dengan suaranya yang merdu, dari pesantren al-Masturiah masa awal. Setelah menikah, Aisyiah menjadi pendamping Mama Oyon yang muballigh dengan mengajar membaca al-Quran kepada penduduk Cihaur. Almarhumah dikenal sangat tekun, telaten dan sabar dalam mengajar.
Dari pernikahannya itu, Mama Oyon dikaruniai 7 putra dan putri, yaitu: K.H. Abdullah Manshur, Dedeh, Mamah Ikrimah, Abdul Malik Anshari, Siti Zulfa (ipah), K.H. Dudun Albudul Ghaffar dan Sirojuddin, BA. Putra pertamanya, K.H. Abdullah Manshur (wafat 2012.) dikenal sebagai kiyai (ajengan) ahli “ilmu alat” (nahwu sharaf) dan faraidh (ilmu waris). Beliau mengabdikan dirinya sebagai pengajar di pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi, sejak wafat pendirinya K.H. Ahmad Sanusi (1888–1950), sampai akhir hayatnya. Sedangkan ketiga putra prianya, menjadi penerus yang mengasuh lembaga pendidikan Ulul Albab di Cihaur, Sukabumi, peninggalan Mama Oyon.

Dalam acara silaturahmi keluarga besar Mama Oyon pertengahan Juli 2016, tercatat lebih 300 orang sanak keturunannya yang tersebar di berbagai wilayah dan menjalani aneka profesi. Diantaranya Nurdin Apud, Lc, alumni Al-Azhar Mesir, ketua Yayayasan Darul Iman Wattaqwa. Ia salah seorang perintis pendiri, pengasuh dan pengajar pesantren di bawah naungan yayasan tersebut: Pesantren Islam International Al Andalus, di Jonggol, Bogor, Jawa Barat.
Tahun 1927, Mama Oyon kembali ke kampung halamannya di Cihaur  Sukabumi, setelah belajar di beberapa pesantren.  Rumah panggung berdinding bilik bambu (anyaman bambu) dan masjid di samping rumahnya berfungsi sebagai tempat belajar al-Quran dan Majlis Taklim. Kemudian berkembang menjadi pesantren. Pesantrennya tidak berkembang besar, kebanyakan muridnya santri kalong.

Sewaktu K.H. Ahmad Sanusi, pemimpin pesantren Syamsul Ulum, Gunung Puyuh Sukabumi,  mendirikan perhimpunan ”Al-Ittihadiyatul Islamiyah” (AII), tahun tahun 1931, Mama Oyon mendapat tugas sebagai da’i  untuk berdakwah di daerah pinggiran Sukabumi. Mama Oyon terkenal sebagai “ahli tamsil” (perumpamaan/metafora) dalam berceramah. Melalui perumpaaan dari materi yang dibahas dengan hal yang dikenal masyarakat tempatnya berdakwah, membuat uraiannya mudah dicerna dan diingat serta berkesan bagi pendengar atau jamaah pengajiannya. Mama Oyon dikenal rapi dalam berpakaian, selalu tampil dengan sarung, jas dan ikat pinggang serta peci hitam. Kerapihan dalam berpakai selalu terjaga termasuk kalau menjadi imam shalat di masjid yang jaraknya hanya tiga langkah dari rumahnya. Beliau dikenal tegas dalam pendirian, tekun dalam mengajar, selalu bangun malam setiap pukul 2 pagi untuk shalat malam, selalu siap menerima tamu dari berbagai kalangan untuk berbagai keperluan, dan tidak pernah menolak undangan ceramah agama di mana saja, selagi ada waktu serta sehat.

Banyak tantangan yang Mama Oyon hadapi ketika mengemban tugas berdakwah di pelosok pedesaan Sukabumi. Di tengah kondisi pinggiran Sukabumi saat itu, lokasi tempatnya berdakwah harus ditempuh dengan jalan kaki menembus wilayah yang masih berupa hutan belantara dengan binatang buasnya, terutama babi hutan. Beberapa majlis taklim yang beliau asuh, ada yang sampai puluhan tahun ditekuninya dengan berjalan kaki sekitar 5 km dari rumahnya, sampai kondisinya menurun dan tidak kuat lagi menempuh perjalanan jauh di usia senjanya.
Diceritakan, pernah ketika Mama Oyon ceramah agama di rumah penduduk desa sekitar Citarik Sukabumi, rumah penyelengara pengajian hancur dilempari penduduk yang saat itu sangat kental dengan animisme dan menjadi basis Partai Komunis Indonesia (PKI). Untuk menuju dan mengamankan tempat ceramah, terkadang Mama Oyon harus dikawal oleh beberapa jawara jago silat dan kanuragan.

Di kalangan para pejuang kemerdekaan, pesantren Mama Oyon semasa perang kemerdekaan terkenal menjadi tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan dari kejaran Belanda. Kadang rumah dan pelatarannya penuh dengan aneka senjata para pejuang.  Diantara yang sempat bersembunyi di Pesantrennya ini adalah K.H. Dadun Abdul Kohar pendiri dan pembina yayasan Ad-Da’wah di Cibadak dan keluarga K.H. Abdurrohim dari Cantayan (ayahanda K.H. Ahmad Sanusi pendiri pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi).  Sempat ada yang mengajukan almarhum untuk ditetapkan menjadi pahlawan nasional, tetapi karena prosesnya yang dirasa berbelit, akhirnya tidak dilanjutkan pengajuannya.

Tahun 1991 lembaga pendidikan ini dikembangkan dalam bentuk yayasan dengan nama Yayasan  Al-Bisyriyah yang menaungi lembaga pendidikan Ulul Abaab. Jenis pendidikannya: TK, TPA, Diniyyah, Tsanawiyah, SMA dan Pesantren serta Majlis Ta’lim, beralamat di Jalan Mama K.H Oyon. Kp. Cihaur Rt. 04/04, Desa/Kacamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi.

Mama Oyon wafat tahun 1986, dimakamkan di pemakaman umum, Cihaur, Cibadak, Sukabum

0 Comments